LELAH

… “Tiga tahun setelah itu, meski belum dan saya kira memang tak bisa melupakan Ar, saya mencoba jatuh cinta lagi. Saya mencoba menjalani hidup normal. Namanya Mahar, pria Jawa dengan pesona layaknya pahlawan. Dia datang di saat saya rapuh dan butuh penopang. Dia seperti dokter, dokter yang lebih dari itu. Dia tahu bagaimana memeluk saya, … More LELAH

Pernah Sedalam Itu

… Saya pernah menemani seseorang ketika ia benar-benar sedang terpuruk. Saya di dekatnya untuk menjadi apapun ketika itu. Kadang menjadi batu. Saya diam dan bisu demi memberinya waktu untuk menangis. Sesekali kami pergi ke tempat-tempat jauh, tinggi, atau laut dengan pantai yang lengang. Saya dengarkan ia berteriak, memaki, menghujat, memanggil-manggil Tuhan seperti anak kecil yang … More Pernah Sedalam Itu

Kepada Wanita Dusun Berapi

Peluk ciumku … Memang selama ini aku lamun dengan hutan beton yang membetot syaraf. Jalanan seperti transformer yang pintar, tapi hatinya tiada. Di sini orangnya bingung dimakan waktu. Bukan seperti dusunmu yang sejuk, dengan dendang burung air jatuh dari ujung tebing yang senja. Mungkin usia lebih menua di sini, dibanding huma yang sunyi. Senang kiranya … More Kepada Wanita Dusun Berapi

Phrase #3

… “Ibu sudah duga pada tahun pertama, ningmu tidak bahagia dengan pernikahannya. Kamu tidak lihat kondisi ningmu sekarang. Kurus, tak terawat, seperti perempuan tidak punya suami saja. Ya, memang, suaminya tidak pernah merawat. Sibuk sepanjang waktu. Kemarin ningmu menelpon ibu, menangis ketika menceritakan itu. Februari ningmu resign. Entah nanti usaha apa, ningmu bilang tidak ingin … More Phrase #3

Phrase #2

… “Ang, kemarin ningmu pulang.” Ibumu sumringah mengabarkan itu, sambil menyambutku di depan pintu. Bulan kedua, sejak ibumu memintaku kerap berkunjung, hari ini aku kembali datang. Aku paham arti kesepian, kesedihan, ditinggalkan sendirian. Aku juga mengerti perasaan seorang perempuan, itu kenapa kupenuhi permintaan ibumu untuk sering menjenguk. “Sudah balik lagi, Bu?” Kucium tangan ibumu seperti … More Phrase #2

Phrase #1

… “Sejak ningmu menikah satu tahun yang lalu, baru sekali menjenguk ibu. Lebaran, itu pun hanya beberapa malam. Suaminya tak kerasan.” ‘Ningmu’, kalimat itu. Ibumu masih menganggap seolah kita baik-baik saja. Aku yang memanggilmu Ning, kemudian beliau mengikat hubungan kita menjadi lebih dekat. Hari ini aku mengunjungi beliau. Rumah yang sama tempat dahulu kita pernah … More Phrase #1

Inggih

… Hari kelima belas, minggu kedua. Rasanya begitu lama sejak pertemuan terakhir dengannya, sebelum kemudian ia berpamitan membantu sang uma. Rindu memang terkadang seperti belukar. Semakin disuburkan waktu, semakin rindang dan liar. Sulit sekali dipangkas, kecuali oleh pertemuan yang tak sebentar. “Gih, lama sekali mengatamnya?” “Sudah kubilang, bisa berminggu-minggu.” “Tapi sudah selesai, kan?” “Belum. Lusa … More Inggih

Pelabuhan

Langit itu berwarna sagadan hitam pada jelaga tanahsebelum kau memanggilku kekasihkita menyusu pada bulan yang sama sebagai renta dan penenun rindu sepasang anak manis, duduk iadi depan asa mengulum senjakita riang berebut suara getarmenjamah waktupun ruang bersandar matahari menuruni matamuyang peka menangkap cahayasampai di sebuah perahukita masih rinduyang enggan mendoa luka telah kulepas kau hari … More Pelabuhan

Die is Dry

… “Ketika menerima cinta seseorang, saya tidak pernah menjanjikan apa-apa, bahkan kesetiaan. Itu kenapa saya juga tak menuntut apa pun. Mencintai, dicintai, pernikahan, hubungan seksual, kesemuanya itu sesuatu yang berbeda. Tetapi jika nasib kita baik, kita bisa menikmati kesemuanya itu dalam sebuah komitmen. Banyak, banyak sekali orang yang mencintai, tetapi tak bisa menjadi kekasih. Ada … More Die is Dry